Hidup Ini Bagai Putaran Roda, Harus di Kayuh Agar Terus Berputar'

Kamis, 30 Desember 2010

Alangkah tipisnya batas antara sedih dan bahagia....


Hidup ini slalu berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, ada gelap dan ada terang. Ada suka dan tentu ada duka. Seperti yang diajarkan Eyang Sinto Gendeng padaku, he he he, bahwa semua yang berpasangan itu, adalah ciptaan dari Allah Yang Maha Esa. Makanya ada filosofi 212.

Aku tidak ingin membahas masalah Wiro Sableng itu.di sini. Aku pengen bicara masalah duka dan suka adalah satu bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan. Bahagia dan sedih sangat tipis batasnya. Kadang sekarang kita tertawa terbahak-bahak, tapi sedetik kemudian kita menangis tersedu-sedu. Itulah sebabnya Rosullullah SAW mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam mengekspresikan baik itu suka maupun duka. Kita juga diajarkan untuk selalu ikhlas, karna Duka yang kita terima belum tentu itu buruk buat kita. Semua hal yang terjadi di dunia ini tidak ada satupun yang kebetulan. Semua sudah ada yang mengatur dengan amat sangat sempurna. Jadi, semua yang terjadi, kita harus Ikhlas dan bisa bersyukur, karena bisa saja kesedihan, dalam waktu singkat berubah jadi kebahagiaan. Seperti ceritaku ini....

Aku lahir dari keluarga yang sederhana. Sederhana banget malah. Hidup jauh dari peradaban kota, di desa yang permai nan damai. Bapakku hanya seorang Rektor di Rumah sebgai Tani, (he he he) dan ibuku juga Dosen di dapur dan di sawah. Mereka berdua type orang-orang pengabdi sejati pada negara. Bahkan ketika aku SD, aku tahu bapakku dengan gaji yang cuma ratusan ribu, tapi tetep semangat dalam menjaga dan menafkani kami

Seperti anak desa lainya, mainanku waktu SD juga sederhana. Gak ada Play Station, gak ada Video Game, gak ada game online. Adanya cuma main di pinggir kali, di sawah-sawah nyari belut, engklek, egrang, layangan dll. (he he he kampungan banget ya??)

Dulu kegiatanku sepulang sekolah SD (waktu aku sekitar kelas 4) adalah “ngarit”. Atau bahasa Indonesianya itu nyari rumput buat makan ternak. Waktu itu aku punya 4 ekor kambing. 1 cowok dan 3 cewek. Yang cowok amat gagah. Kalo berbentuk manusia, bisa di ibaratkan dengan Tora Sudiro. Dengan jenggotnya yang keren, dan badanya yang tegap. Yang cewek juga cantik-cantik. Mieke Amalia aja lewat. Ha ha ha.

Kambing yang jantan, si Tora Sudiro itu punya napsu sex yang kelewat besar untuk ukuran seekor kambing. Awalnya kambing bapakku cuma dua. Si Tora ama ceweknya yang satu itu. Dari perkawinannya, lahirlah 2 anak cewek. Tapi setelah besar, si dua anak itu dikawin juga. Buset dah.!! Gak bisa aku bayangin. Untung di dunia kambing gak ada Komnas HAK (Hak Asasi Kambing).

Suatu hari, Kambing yang cewek hamil akibat perbuatan Ayahnya (si Tora itu) itu. Aku seneng banget demi melihat kambingku hamil. Setelah beberapa bulan, di pagi-pagi buta dari gua hantu (lho!!) kambing itu melahirkan juga. Dan cewek lagi anaknya. Aku seneng banget. Anaknya berwarna hitam pekat. Kayak aku. he he he, Cuma kalo aku itu hitam manies!!. Dan anak kambing itu aku beri nama Mei. Karna lahirnya bulan Mei.

Hari-hariku jadi lebih menyenangkan karna ada Mei. Kalo pulang sekolah, aku ajak Mei jalan-jalan ke kebun. Sambil aku nyari rumput buat kambing-kambing yang lain, Mei dengan setianya nungguin aku. Dia suka banget lari-lari berjingkrak-jingkrak kesana kemari.

Aku punya tetangga yang juga punya kambing kecil seusia Mei. Namanya Anto. (itu nama orangnya, bukan nama kambingnya). Dan nama kambingnya bernama Marcell. He he he, gak ding. Tapi anggep aja gitu. Anto juga suka banget ngajak Marcell jalan-jalan.

Suatu siang, sepulang sekolah, aku dan Anto ketemu di jalan dan menceritakan kehebatan kambing kita masing-masing. Saking serunya kita berdebat hingga kitapun hampir berantem. Tapi gak jadi berantem karna akhirnya kita buat kesepakatan. Besok siang, kita berdua akan menandingkan antara Mei dan Marcell. Lomba lari, itulah yang kita pilih. Sebagai Alat taruhan adalah kelereng. Anto punya Kelereng sebanyak 1 toples. Dan apabila Mei bisa ngalahin Marcell, maka Kelereng itu jadi milikku. Wow keren.tapi semprull……………

Sesampainya di rumah, tanpa ganti baju, aku ke kandang. Aku liat Mei lagi asyik becanda ama papanya. Tora Sudiro.ha ha ha. Kayaknya sih lagi maen tebak-tebakan. Begini tebakanya :” Daun apa yang bolong tengahnya??” tanya Mei pada bokapnya. Bokapnya diem mikir. Trus geleng-gelang kepala. Mei pun tersenyum sombong, dan memberi tahu jawabanya, ” DAUNat”, he he he. Karena merasa menang, Mei pun melemparkan tebakan lanjutan : ” Trus kalo Sofa yang bolong tengahnya apa yah?”. Ayahnya kembali geleng-geleng kepala gak ngerti. Si Mei semakin sombong lagi, dengan bangganya dia menjawab, ”SOFAsti Donat lah”. Ayahnya bengong. Tapi Mei malah melontarkan tebakan lagi, ” kalo Katak yang bolong tengahnya apa yah?”. Ayahnya yang emang bego, cuma bisa bengong dan geleng-geleng kepala. ”Jawabannya, KATAKan sekali lagi DONAT!!” Seakan tak mau kecolongan, Mei ngasih pertanyaan pamungkasnya, ”Orang apa yang bolong tengahnya?” Tanpa memberi kesempatan ayahnya berpikir, Mei langsung bilang, ”ORANG dibilang donat, juga!!”. Setelah itu dia ngeloyor pergi sambil tertawa penuh kemenangan. He he he.

Aku senyum-senyum aja melihat ayah dan anak saling becanda. Aku deketin Mei dan aku ajak dia ke sebelah rumah yang ada padang rumputnya. Di situ aku ajari dia berlari-lari untuk mempersiapkan lomba melawan si Marcell, kambing kecilnya si Anto besok. Jadi hari ini istilahnya Gradi Bersih nya. Hmmm aya-aya wae....

Sampe sore hari, ba’da Ashar aku baru pulang. Ibuku ngomel-ngomel gak karuan karna aku belum ganti baju sekolah udah mainan ama kambing. Tapi aku cuek aja, aku langsung ambil anduk dan gayung berisi sabun dan sikat gigi, aku berlari ke sungai Serayu untuk mandi. Kebetulan rumahku deket dengan sungai Serayu yang bening itu.

Malemnya aku gak bisa tidur, membayangkan moment besok. Kalo Mei menang, aku dapet kelereng. Jadi gak perlu ngumpulin duit lama-lama buat beli kelereng. Satu toples kelereng, bayangin itu kawan! Nggak sabar rasanya nunggu esok hari.

Di sekolah, konsentrasiku buyar. Pak Rahmadi yang sedang ngajar pelajaran Pendidikan Agama Islam, tidak aku gubris sama sekali. Pikiranku hanya tertuju pada kambing kecilku. Sampe akhirnya bel pulang sekolahpun berbunyi. Tanpa memperdulikan temen-temenku, aku langsung lari pulang. Hasrat menandingkan Mei amat sangat kuat di hatiku. Aku amat sangat yakin Mei akan memenangkan pertandingan ini, dan aku mendapatkan se toples kelereng. Aku yakin itu karena aku tahu Marcell itu kambing cemen. Gak begitu pintar berlari.

Sampe di rumah, ternyata bapak sudah ada di rumah. Dan sedang ada 2 orang tamu. Perasaanku tiba-tiba jadi tidak enak. Benar saja, ketika aku pergi ke kandang, aku lihat 2 orang itu sedang mengeluarkan 5 ekor kambingku dari kandangnya. Aku tanyakan itu ke ibu. Dengan tenang ibu mengatakan kalo kambingnya mau di jual semuanya. Meledaklah tangisku. Aku tidak mau tahu alasannya yang jelas aku sedih banget. Kecewa sekali. Aku malu sama Anto. Aku tidak jadi punya setoples kelereng!!! Akupun masuk kamar dan mengunci pintu. Di dalem kamar aku nangis sejadi-jadinya. Aku sedih harus berpisah dengan Mei, tora sudiro, dan kambing lainya. Aku nangis sampai suaraku habis.

Aku tidak tahu sudah berapa jam aku mengurung diri di dalam kamar. Hatiku sedih banget menangisi kambingku yang dijual secara semena-mena sama bapakku. Kenapa bapak tidak konfirmasi dulu ke aku, selaku pemberi makan mereka?. Lama aku dikamar, aku merasa lapar juga. Tapi mau keluar males banget. Gengsi dong. Tapi tiba-tiba dengan lembut ibuku mengetuk-ngetuk pintu dan memanggil-manggil aku. Penuh rayuan beliau menyuruh aku membukakan pintu. Karena sayang ibuku, akhirnya aku buka pintunya. Ibuku langsung memelukku. Di bisikkannnya di telingaku, ” Liat tuh! di depan ada apa?”. Aku bingung. Nggak tahu maksud ibuku. Trus aku digandeng tangannya menuju teras rumah.

Aku kaget, di depan rumah telah berdiri dengan gagah sebuah sepeda BMX warna merah. Aku melihat ibu, dan ibu senyum dengan indahnya. Aku lihat bapak juga senyum-senyum. Akupun segera memeluk bapakku. Aku seneng banget. Gembira bukan kepalang. Aku segera mencoba sepeda baruku. Sambil tertawa riang. Dan Mei pun terlupa.

Alangkah tipisnya batas antara sedih dan bahagia....

Template by : Kowsi